PELAKSANAAN SKRINING DI DUNIA KESEHATAN

on Sabtu, 04 Oktober 2014
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa skrining/penapisan dibutuhkan dalam mendeteksi adanya penyakit sebelum dilakukan diagnosis klinis. Maka yang harus dipahami dalam melakukan skrining/penapisan adalah riwayat alamiah atau perjalanan sebuah penyakit dimulai dari biological onset hingga pada outcome dari suatu penyakit. Gambaran mengenai riwayat alamiah dari suatu penyakit dapat terlihat pada ilustrasi dibawah ini.


Dalam riwayat alamiah penyakit terdapat titik kritis (critical point) yang harus diperhatikan, titik kritis ini tidak boleh terlewat karena proses alamiah penyakit tidak dapat diubah lagi dan bisa jadi pengobatan yang dilakukan akan sia-sia. Misalnya, pada titik dimana kanker mulai menyebar ke jaringan lain (metastasis). Jika dilakukan skrining/penapisan pada titik sebelum ada kemungkinan untuk mendeteksi penyakit (CP1), maka tidak akan mengurangi dampak akibat kanker karena pengobatan dini tidak berpengaruh terhadap perjalanan penyakit atau outcome penyakit; bisa menyebabkan kematian atau kecacatan(1). Sebaliknya jika skirining dilakukan setelah diagnosis klinis (CP3), maka seharusnya pengobatan akan jauh lebih efektif dibandingkan melakukan skrining/penapisan pada fase ini. Waktu ideal dilakukannya skrining/penapisan adalah pada titik antara kemungkinan deteksi awal dengan diagnosis klinis (CP2). Jika skrining/penapisan dilakukan pada fase ini maka kemungkinan akan berpengaruh terhadap perjalanan penyakit dan meningkatkan kualitas hidup penderita(1).

Contoh 1
Skrining Penapisan Pada Kanker Leher Rahim



Salah satu contoh pelaksanaan Skrining/penapisan adalah Skrining/penapisan Kanker Leher Rahim. Kanker leher rahim adalah keganasan dari leher rahim (serviks) yang disebabkan oleh virus HPV (Human Papiloma Virus). Diseluruh dunia, penyakit ini merupakan jenis kanker ke dua terbanyak yang diderita perempuan. Saat ini di seluruh dunia diperkirakan lebih dari 1 juta perempuan menderita kanker leher rahim1 dan 3-7 juta orang perempuan memiliki lesi prekanker derajat tinggi (high grade dysplasia). Penelitian WHO tahun 2005 menyebutkan, terdapat lebih dari 500.000 kasus baru, dan 260.000 kasus kematian akibat kanker leher rahim, 90% diantaranya terjadi di negara berkembang. Angka insidens tertinggi ditemukan di negara-negara Amerika bagian tengah dan selatan, Afrika timur, Asia selatan, Asia tenggara dan Melanesia. 
Praktek standar untuk menskrining/penapisan wanita yang menggunakan sitologi (Pap Smear), dan ketika hasil sitologi positif diagnosis Cervical Intraepithelial Neoplasia (CIN) didasarkan pada pemeriksaan koloskopi selanjutnya, biopsi lesi yang mencurigakan, dan kemudian pengobatan hanya saat CIN2 + telah dikonfirmasi secara histologi. Metode skrining/penapisan tradisional ini membutuhkan sumber daya manusia yang sangat terlatih dan peralatan laboratorium dalam jumlah yang besar. 
Tujuan dari program “skrining/penapisan dan pengobatan” kanker serviks adalah untuk mengurangi kejadian kanker serviks dan kematian. Program ini harus mencakup tes skrining/penapisan atau strategi ( urutan tes ) dan dihubungkan dengan pengobatan yang sesuai untuk CIN, dan juga menyediakan rujukan untuk pengobatan wanita dengan kanker serviks invasif. Tes skrining/penapisan umum yang banyak digunakan termasuk tes untuk human papilloma virus ( HPV), sitologi ( tes Papsmear ), dan inspeksi visual dengan asam asetat (VIA).

Contoh 2
Skrining/Penapisan Penyalahgunaan Alkohol, Merokok dan NAPZA (The ASSIST Project - Alcohol, Smoking, and Substances Involvement Screening Test)



Skrining/penapisan ASSIST dikembangkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk mengidentifikasi penyalahgunaan napza, alkohol dam merokok. Kuesioner dari skrining/penapisan ASSIT berisi 8 pertanyaan digunakan untuk menginvestigasi 10 unsur utama zat adiktif. Kuesioner juga dilengkapin tabel yang bisa diisi sesuai dengan rekaman medis pasien. Intervensi singkat para praktisi kesehatan kepada masyarakat yang mengikuti skrining/penapisan dilakukan berupa motivasi, dan promosi kesehatan dilakukan kepada kelompok yang beresiko mengkonsumsi alkohol, merokok dan mengkonsumsi zat napza lainnya(7). 

1 komentar:

Najmah Usman mengatakan...

Cited:

Najmah, 2015, Epidemiologi untuk mahasiswa kesehatan masyarakat, Rajagrafindo: Jakarta

REFERENSI
1. Webb P, Bain C, Pirozzo S. Essential Epidemiology, An Introduction for
Students and Health Professionals. New York: Cambridge University Press;
2005.
2. Marchand R, Tousignant, Chang H. Cost-effectiveness of screening compared
to case-finding approaches to tuberculosis in long-term care facilities for the
elderly. International Journal of Epidemiology. 1999 28 Maret 2014;28:563-
70.
3. Last JM. A Dictionary of Epidemiology. Edition F, editor. New York: Oxford
University Press; 2001.
4. Bhopal RS, editor. Concepts of Epidemiology: An integrated introduction to
the ideas, theories, principles and methods of epidemiology; 2002. United
State: Oxford University Press; 2002.
5. Bonita R, Baeglehole R, Kjellstorm T. Basic of Epidemiology. Switzerland:
WHO Press; 2006 [cited. Available from: http://whqlibdoc.who.int/
publications/2006/9241547073_eng.pdf.
6. Unit Pengkajian Teknologi Kesehatan. Skrining Kanker Leher Rahim dengan
Metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA). Jakarta: Departemen
Kesehatan; 2008 [cited. Available from: http://buk.depkes.go.id/index.php?
option=com_docman&task=doc_download&gid=279&Itemid=142.
7. WHO. The ASSIST project - Alcohol, Smoking and Substance Involvement
Screening Test. Journal [serial on the Internet]. 2007 Date: Available from:
http://www.who.int/substance_abuse/activities/assist/en/.
8. Ryadi S, Wijayanti. Dasar- Dasar Epidemiologi. Jakarta: Salemba Medika;
2011.
9. Murti B. Validitas dan Realibilitas Pengukuran. Journal [serial on the
Internet]. 2011 Date: Available from: http://fk.uns.ac.id/index.php/
download/file/61.
10. Giesecke J. Modern Infection Disease EPidemiology. Second Edition ed.
USA: Oxford University Press Inc.; 2002.
11. Timmreck TC. Epidemiologi Suatu Pengantar. Jakarta: EGC; 2001.

Posting Komentar