Aplikasi Penilaian Faktor Perancu

on Minggu, 06 Oktober 2013

Untuk memahami konsep faktor perancu, berikut dua contoh kasus, pertama umur sebagai faktor perancu terhadap hubungan merokok dan resiko kematian, dan kedua  aktifitas fisik mendistorsi hubungan antara asupan energi dan resiko terkena penyakit jantung.

KASUS PERTAMA 
UMUR SEBAGAI FAKTOR PERANCU TERHADAP HUBUNGAN MEROKOK DAN RESIKO KEMATIAN
Dengan mempertimbangkan data mortalitas berikut, yang dirangkum dari studi yang mengamati kebiasaan merokok pada penduduk di Whickham, Inggris, pada periode 1972-1974 dan kemudian diikuti lebih dari 20 tahun subjek yang diinterview yang bertahan hidup. Di antara 1314 wanita yang disurvei, hampir setengahnya adalah perokok. Anehnya, proporsi perokok yang meninggal selama 20 tahun diikuti  lebih kecil dari yang bukan perokok. Data penelitian ditampilkan pada Tabel 1(2)
Hanya 24% wanita perokok yang mengikuti survei yang meninggal dalam kurun waktu 20 tahun tersebut. Kontrasnya, 31% wanita bukan perokok meninggal selama kurun waktu follow-up. Apakah perbedaan ini mengindikasikan bahwa wanita yang perokok memiliki harapan hidup yang lebih baik daripada yang bukan perokok? Belum tentu. Hal-hal yang perlu dikritisi
a)      Satu keberatan menjadi titik utama oleh banyak pembaca adalah bahwa informasi mengenai perokok hanya diambil sekali, yaitu pada awal penelitian.
b)      Kebiasaan merokok bagi beberapa wanita bisa berubah dalam periode waktu follow up. Dapatkah perubahan kebiasaan merokok itu menjelaskan hasil yang muncul untuk menghormati keuntungan bagi perokok?
c)      Secara teoritis adalah mungkin bahwa banyak perokok berhenti segera setelah survei dan yang tidak merokok mulai merokok. Walaupun mungkin, skenario ini tidak bisa dibuktikan, dan tanpa adanya bukti untuk perubahan kebiasaan merokok ini, skenario ini tidak cukup kuat untuk mengkritisi hasil dari penelitian ini.

Penjelasan yang lebih realistis untuk temuan tidak biasa ini menjadi lebih jelas bila kita mengevaluasi data dalam kategori umur, sebagaimana ditampilkan pada  tabel 2 (risiko tiap kelompok usia dihitung dengan membagi jumlah yang meninggal dalam tiap kelompok perokok dengan total yang masih hidup atau sudah meninggal) (2).
Gambar 1.  Asosiasi merokok dan kejadian penyakit jantung didistorsi oleh variabel umur

Tabel 1. Resiko kematian dalam periode 20 tahun pada wanita di Whickham, Inggris, berdasarkan status merokok pada awal periode*(2)
Status Vital
Perokok
Bukan Perokok
Total
Meninggal
139
230
369
Hidup
443
502
945
Total
582
723
1314
Resiko (meninggal/total)
0.24
0.31
0.28
*data dari Vanderpump et al.5
Tabel 2. Resiko kematian dalam periode 20 tahun pada wanita Whickham, Inggris berdasarkan status perokok di awal periode dan berdasarkan usia*(2)
Usia (tahun)
Status Vital
Perokok
Bukan Perokok
Total
Resiko Kematian

Meninggal
2
1
3

18-24
Hidup
53
61
114


Risiko
                                                                                                                             
0,04
0,02
0,03
2

Meninggal
3
5
8

25-34
Hidup
121
152
273


Risiko

0,02
0,03
0,03
0.6

Meninggal
14
7
21

35-44
Hidup
95
114
209


Resiko

0,13
0,06
0,09
2.1

Meninggal
27
12
39

45-54
Hidup
103
66
169


Resiko

0,21
0,15
0,19
1.4

Meninggal
51
40
91

55-64
Hidup
64
81
145


Resiko

0,44
0,33
0,39
1.3

Meninggal
29
101
130

65-74
Hidup
7
28
35


Resiko

0,81
0,78
0,79
1.03

Meninggal
13
64
77

75+
Hidup
0
0
0


Resiko
1,00
1,00
1,00
1.00
TOTAL

582
723


Data dari vanderpump et al.5
            Tabel 1 menggabungkan semua kategori usia yang ada di Tabel 2 dalam satu tabel, yang disebut data umum. Tampilan yang lebih spesifik dari data yang sama pada Tabel 2 disebut tampilan spesifik usia, atau tampilan yang diklasifikasi berdasarkan usia. Data spesifik usia menunjukkan pada usia termuda dan tertua hanya ada perbedaan kecil di antara perokok dan bukan perokok dalam resiko kematian. Beberapa meninggal pada kategori usia yang muda, tanpa membedakan perokok ataupun bukan perokok, dan di antara wanita yang tertua, hampir setiap orang meninggal dalam kurun waktu 20 tahun penelitian. Untuk wanita dengan kategori umur dewasa(pertengahan), ada suatu resiko konsisten untuk resiko kematian lebih besar bagi perokok, pola yang bertentangan dengan kesan yang dihasilkan dari data umum pada Tabel 1 (2).
            Mengapa wanita yang bukan perokok memiliki resiko kematian yang lebih tinggi dalam populasi studi secara keseluruhan? Alasannya jelas terlihat pada tabel 2, antara lain:
a)      Proporsi wanita bukan perokok lebih besar pada kategori usia yang lebih tua, kategori usia juga berkontribusikan pada lebih tingginya proporsi angka kematian. Perbedaan distribusi usia antara perokok dan bukan perokok merefleksikan fakta bahwa, bagi sebagian besar orang, kebiasan merokok jangka panjang  ditentukan pada usia yang lebih muda. Selama puluhan tahun sebelum penelitian di Whickham, ada tren peningkatan proporsi wanita muda untuk menjadi perokok.
b)      Wanita tertua dalam penelitian Whickham tumbuh dewasa selama sebuah periode ketika beberapa wanita menjadi perokok, dan mereka cenderung tetap tidak merokok sepanjang usia mereka. Waktu berlalu, dan proporsi wanita dalam jumlah besar yang baru memasuki masa remaja atau dewasa mudanya menjadi perokok. Hasilnya adalah distribusi usia yang sangat berbeda untuk wanita perokok dan bukan perokok di Whickham.

Bila perbedaan dalam distribusi usia ini diabaikan, orang akan menyimpulkan dengan keliru bahwa merokok tidak ada hubungannya dengan tingginya resiko kematian. Kenyataannya, merokok ada hubungannya dengan resiko kematian yang tinggi, tetapi variable pengganggu/ confounding pada usia telah menyamarkan hubungan ini dalam data umum di Tabel 1 (2). Stratifikasi umur dilakukan untuk melihat asosiasi sebenarnya antara kedua variabel utama, untuk meminimalisir dampak dari faktor perancu, umur.

KASUS KEDUA
AKTIFITAS FISIK MENDISTORSI HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ENERGI DAN RESIKO TERKENA PENYAKIT JANTUNG
Apakah hubungan antara asupan makanan (energy intake) dan penyakit jantung dirancu oleh aktifitas fisik(olahraga/physical activity)(3). Jika kita hitung asosiasi antara asupan energi dan kejadian penyakit jantung adalah 0.94 (OR 0.94, 95 % Derajat kepercayaan  0.80-1.10). Dari hasil rasio odds (Odds ratio-OR) dapat disimpulkan bahwa asupan energi tinggi dapat mengurangi resiko menderita penyakit jantung sebesar 6 % dibandingkan dengan kelompok yang mengkonsumsi asupan energi rendah.  Secara teori dan hasil penelitian lainnya, asupan energi tinggi bisa meningkatkan resiko penyakit jantung. Apakah asosisasi kedua variabel ini menunjukkan hubungan sebenarnya atau dipengaruhi oleh faktor perancu, seperti aktifitas fisik?
Gambar 2. Asosiasi asupan energi dan kejadian penyakit jantung didistorsi oleh variabel aktifitas fisik


Table 3.  Asosiasi antara asupan energi dan penyakit jantung
Asupan Energi
Penyakit  Jantung
Total
Ya
Tidak
Tinggi
730
600
1330
Rendah
700
540
1240
Total
1430
1140
2570
*Odd kejadian penyakit jantung pada kelompok asupan energi tinggi=730/600=1.22
**Odd penyakit jantung pada kelompok asupan energi rendah= 700/540=1.30
*** Nilai Rasio Odds kasar (Crude Odds Ratio) =1.22/1.30= 0.94

Table 4.  Asosiasi antara asupan energi dan penyakit jantung distratifikasi dengan variabel aktifitas fisik
Asupan Energi
Aktifitas Fisik Aktif
Aktifitas Fisik Rendah
Penyakit Jantung
Penyakit Jantung
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Tinggi
520
510
210
90
Rendah
100
150
600
390

TEKNIK PERTAMA: Memenuhi tiga kriteria Faktor Perancu
Ada tiga kondisi untuk menetapkan apakah suatu variabel termasuk faktor perancu atau tidak: 1) Ada asosiasi antara variabel independen dan variabel perancu, 2) ada asosiasi antara variabel dependen dan variabel perancu, 3) variabel perancu bukan merupakan faktor intermediet (intermediate faktor) diantara variabel eksposur dan outcome (confounding factor is not an intermediate in association) (4)
Tiga langkah menginvestigasi  faktor perancu.
Langkah 1: Mengidentifikasi  asosiasi antara variabel independen (faktor eksposur/pajanan) dan variabel perancu. Kita menginvestigasi apakah terdapat asosiasi antara asupan energi dan tingkat aktifitas fisik.  Odds rasio, Risk rasio, dan prevalens rasio bisa dihitung untuk mengetahui hubungan asosiasi. Dari hasil perhitungan dibawah ini, hasil menunjukkan bahwa tingginya asupan energi meningkatkan aktifitas fisik (OR 14,92). Kita juga bisa menghitung perbedaan proporsi antara asupan energi pada kelompok aktifitas tinggi dan pada kelompok aktifitas rendah. Kriteria pertama terpenuhi.



Untuk menghitung apakah ada asosiasi antara faktor eksposur dan faktor perancu, pada studi  kasus kontrol, kita hanya menghitung asosiasi pada kelompok kontrol, tetapi pada studi kohort, kita menggunakan semua sampel. Pada contoh kasus II, kita hanya menghitung data pada kelompok tidak berpenyakit jantung (grup kontrol).
Table 5.  Asosiasi antara asupan energi dan penyakit jantung distratifikasi dengan variabel aktifitas fisik
Asupan Energi
Aktifitas Fisik Aktif
Aktifitas Fisik Rendah
Penyakit Jantung
Penyakit Jantung
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Tinggi
520
510
210
90
Rendah
100
150
600
390
*Odd pada kelompok aktifitas fisik aktif pada asupan energi tinggi= 510/90=5,67
** Odd pada kelompok aktifitas fisik rendah pada asupan energi rendah=150/390=0.38
*** Crude Odd rasio= 5.67/0.38= 14. 92
^Proporsi aktifitas aktif pada asupan energi tinggi =510/600= 0.85(85%)
^Proporsi aktifitas fisik tinggi pada asupan energi rendah= 150/540=0.27 (27%)
^^Ada perbedaan proporsi yang signifikan antara aktifitas fisik pada energi tinggi dan rendah

Langkah 2:  Mengidentifikasi asosiasi antara variabel dependen dan variabel perancu.  Asosiasi antara variabel kejadian penyakit jantung dan variabel aktifitas fisik diselidiki. Hasil perhitungan didapatkan, ada hubungan antara aktifitas fisik dan kejadian penyakit jantung. Semakin aktif seseorang beraktifitas fisik, semakin rendah resiko untuk menderita penyakit jantung (OR=0.55, 95 % CI: 0.48-0.65).

Table 6.  Asosiasi antara asupan energi dan penyakit jantung distratifikasi dengan variabel aktifitas fisik
Asupan Energi
Aktifitas Fisik Aktif
Aktifitas Fisik Rendah
Penyakit Jantung
Penyakit Jantung
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Tinggi
520
510
210
90
Rendah
100
150
600
390
Table 7.  Asosiasi antara aktifitas fisik dan penyakit jantung
Aktifitas Fisik
Penyakit Jantung
Ya
Tidak
Tinggi
620(520+100)
660(510+150)
Rendah
810 (210+600)
480(90+390)
*Odds penyakit jantung pada kelompok aktifitas fisik tinggi= 620/660= 0.93
**Odds penyakit jantung pada kelompok aktifitas fisik rendah=810/480=1.69
*** Crude Odds Rasio=0.93/1.69= 0.55









Langkah 3.  Variabel perancu bukan merupakan faktor intermediet (intermediate faktor) diantara  variabel paparan dan outcome. Jadi variabel perancu tidak mejadi jalur penyebab (an causal pathway) diantara variabel paparan dan outcome (not lie on the causal pathway). Dalam kasus 2,  variabel aktifitas fisik, bukan ‘penyebab antara’ asupan energi dan kejadian jantung. Asupan energi tidak menyebabkan seseorang untuk beraktifitas tinggi lalu  baru mengakibatkan penyakit jantung.  Aktifitas fisik berhubungan secara independen dengan kejadian penyakit jantung dan asupan energi.  Dengan kata lain, kita tidak harus  mengkonsumsi asupan energi tinggi lalu kita beraktifitas tinggi dulu baru menurunkan atau meningkatkan resiko penyakit jantung.
Asupan energi                         aktifitas fisik                       kejadian penyakit jantung.

Berdasarkan kriteria diatas dapat kita simpulkan aktifitas fisik memenuhi ketiga kriteria sebagai faktor perancu. Jika salah satu kriteria tidak terpenuhi, maka kita faktor tersebut bukan merupakan waktu perancu.
TEKNIK KEDUA: Melakukan perbandingan Rasio kasar dan Rasio setelah dikontrol oleh faktor perancu (crude and adjusted ratio)
Untuk mengetahui apakah suatu variabel merancu asosiasi antar variabel terpajan dan outcome, kita dapat mengitung rasio kasar (crude parameter), lalu rasio yang sudah dikontrol dengan variabel perancu. Jika ada perbedaan antara rasio kasar dan rasio yang sudah dikontrol (adjusted ratio), maka ada kemungkinan ada faktor yang merancu asosiasi antara faktor terpajan dan status penyakit (outcome). Jika perbedaan mencapai minimal 10 %, maka dapat disimpulkan variabel tersebut merancu asosiasi yang ada. Namun jika tidak ada perbedaan kedua nilai rasio, maka variabel tersebut bukan faktor perancu atau faktor konfounding.
Perhitungan rasio Mantel-Haenszel menyediakan rasio odds yang telah terkontrol sebagai estimasi resiko relatif yang didapat dari kumpulan data yang telah dikelompokkan dan dipasangkan. Perhitungan statistiknya dengan mempertimbangkan angka rata-rata dari rasio odds individu yang berasal dari stratifikasi sampel ke dalam beberapa level yang secara internal sama (homogen) dengan mempertimbangkan faktor perancu(1). Berikut strategi dalam mengidentifikasi faktor perancu dengan perhitungan rasio Mantel-Haenszel (gambar 3) (4):
a)      Hitunglah rasio kasar
b)      Stratifikasi dan hitunglah rasio masing-masing level/strata
c)      Hitunglah rasio yang telah dikontrol
d)      Jika rasio kasar dan rasio yang telah dikontrol nilainya sama, dapat disimpulkan tidak ada faktor perancu, namun jika nilai rasio kasar dan rasio yang telah dikontrol nilainya berbeda, kemungkinan faktor perancu ada
Gambar 3. Strategi analisis faktor perancu





Berikut strategi dalam mengidentifikasi faktor perancu dengan perhitungan rasio Mantel-Haenszel  dalam kasus aktifitas fisik mendistorsi hubungan antara asupan energi dan penyakit jantung:
Gambar 4. Asosiasi asupan energi dan kejadian penyakit jantung didistorsi oleh variabel aktifitas fisik


Langkah 1: Hitung rasio kasar (crude ratio) dari asosiasi antara asupan energi dan kejadian penyakit jantung. Dari hasil perhitungan didapatkan odds rasio adalah 0.94 (OR 0.94, 95 % Derajat kepercayaan  0.80-1.10).
Table 8.  Asosiasi antara asupan energi dan penyakit jantung
Asupan Energi
Penyakit  Jantung
Total
Ya
Tidak
Tinggi
730
600
1330
Rendah
700
540
1240
Total
1430
1140
2570
*Odd kejadian penyakit jantung pada kelompok asupan energi tinggi=730/600=1.22
**Odd penyakit jantung pada kelompok asupan energi rendah= 700/540=1.30
*** Crude Odds Ratio =1.22/1.30= 0.94


Langkah 2: Stratifikasi asosiasi antara asupan energi dan penyakit jantung dengan variabel aktifitas fisik.
Table 9.  Asosiasi antara asupan energi dan penyakit jantung distratifikasi dengan variabel aktifitas fisik
Asupan Energi
Aktifitas Fisik Aktif
Aktifitas Fisik Rendah
Penyakit Jantung
Penyakit Jantung
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Tinggi
520
510
210
90
Rendah
100
150
600
390



Langkah 3: Hitung OR Mantel Haenszal atau pooled ratio
A POOLED OR Mantel Haenszal= ∑ (wi x ORi)
          ∑ wi
                                                                                
W= (d0 x h1) / n         *d= kelompok sakit  h=kelompok sehat
Table 10.  Asosiasi antara asupan energi dan penyakit jantung distratifikasi dengan variabel aktifitas fisik
Asupan Energi
Aktifitas Fisik Aktif
Aktifitas Fisik Rendah
Penyakit Jantung
Penyakit Jantung
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Tinggi(group 1)
520 (d1)
510 (h1)
210 (d1)
90 (h1)
Rendah(group 0)
100 (d0)
150 (h0)
600 (d0)
390 (h0)
Untuk aktifitas fisik  tinggi


OR= (d1/h1) : (d0/h0)= (d1 x h0) : (d0 x h1)= (520 x150) : (100 x510)= 1,53
Weight= w = (d0 x h1) / n = (100 x 510)/ 1280 =39,8



Untuk aktifitas fisik rendah
OR= (d1/h1) : (d0/h0)= (d1 x h0) : (d0 x h1)= (210 x390) : (600 x90)= 1,52
 Weight= w = (d0 x h1) / n = (600x90)/ 1290 =41,9
A POOLED OR Mantel Haenszal= ∑ (wi x ORi)
          ∑ wi     
                                








Bandingkan  hasil ORMH (OR 1.52 (95% CI 1.25-1.86) dengan crude OR (OR 0.94, 95 % Derajat kepercayaan  0.80-1.10).  Ada perbedaan lebih dari 10 %, maka aktifitas fisik merancu asosiasi asupan energi dan penyakit jantung.

KESIMPULAN

Faktor perancu atau confounding factors adalah  distorsi  dalam memprediksi  hubungan atau asosiasi antara  faktor eksposur dan outcome (hasil)  sehingga  asosiasi sebenarnya tidak tampak atau ditutupin oleh faktor lainnya. Pengaruh faktor perancu bisa memperbesar atau memperkecil hubungan sebenarnya. Jadi, suatu variabel mungkin sebenarnya bisa faktor protektif terhadap suatu kondisi kesehatan atau penyakit, tetapi hasil penelitian menunjukkan variabel tersebut bisa menjadi faktor resiko terhadap suatu kondisi kesehatan atau penyakit atau hubungan.  Ada dua teknik untuk menganalisa faktor perancu, pertama: memenuhi tiga kondisi untuk menetapkan apakah suatu variabel termasuk faktor perancu: 1) Ada asosiasi antara variabel independen dan variabel perancu, 2) ada asosiasi antara variabel dependen dan variabel perancu, 3) variabel perancu bukan merupakan faktor intermediet (intermediate faktor) diantara variabel eksposur dan outcome (confounding factor is not an intermediate in association); kedua  dengan melakukan perbandingan rasio kasar dan rasio setelah dikontrol oleh faktor perancu (crude and adjusted ratio), dengan perhitungan rasio Mantel-Haenszel.


Referensi
1. Last JM. A Dictionary of Epidemiology. Edition F, editor. New York: Oxford University Press; 2001.
2. Rothman KJ. Epidemiology, An Introduction. New York: Oxford University Press; 2002.
3. Kirkwood BR, Sterne JAC. Medical Statistics. Second ed. Victoria: Blackwell Science; 2003.
4. Webb P, Bain C, Pirozzo S. Essential Epidemiology, An Introduction for Students and Health Professionals. New York: Cambridge University Press; 2005.


0 komentar:

Posting Komentar