KASUS PERTAMA
UMUR SEBAGAI
FAKTOR PERANCU TERHADAP HUBUNGAN MEROKOK DAN RESIKO KEMATIAN
Dengan mempertimbangkan data
mortalitas berikut, yang dirangkum dari studi yang mengamati kebiasaan merokok
pada penduduk di Whickham, Inggris, pada periode 1972-1974 dan kemudian diikuti
lebih dari 20 tahun subjek yang diinterview yang bertahan hidup. Di antara 1314
wanita yang disurvei, hampir setengahnya adalah perokok. Anehnya, proporsi perokok
yang meninggal selama 20 tahun diikuti
lebih kecil dari yang bukan perokok. Data penelitian ditampilkan pada
Tabel 1(2)
Hanya 24% wanita perokok yang
mengikuti survei yang meninggal dalam kurun waktu 20 tahun tersebut.
Kontrasnya, 31% wanita bukan perokok meninggal selama kurun waktu follow-up.
Apakah perbedaan ini mengindikasikan bahwa wanita yang perokok memiliki harapan
hidup yang lebih baik daripada yang bukan perokok? Belum tentu. Hal-hal yang
perlu dikritisi
a) Satu keberatan menjadi titik
utama oleh banyak pembaca adalah bahwa informasi mengenai perokok hanya diambil
sekali, yaitu pada awal penelitian.
b) Kebiasaan merokok bagi
beberapa wanita bisa berubah dalam periode waktu follow up. Dapatkah perubahan
kebiasaan merokok itu menjelaskan hasil yang muncul untuk menghormati
keuntungan bagi perokok?
c) Secara teoritis adalah
mungkin bahwa banyak perokok berhenti segera setelah survei dan yang tidak
merokok mulai merokok. Walaupun mungkin, skenario ini tidak bisa dibuktikan,
dan tanpa adanya bukti untuk perubahan kebiasaan merokok ini, skenario ini
tidak cukup kuat untuk mengkritisi hasil dari penelitian ini.
Penjelasan yang lebih realistis untuk temuan tidak biasa ini
menjadi lebih jelas bila kita mengevaluasi data dalam kategori umur,
sebagaimana ditampilkan pada tabel 2
(risiko tiap kelompok usia dihitung dengan membagi jumlah yang meninggal dalam
tiap kelompok perokok dengan total yang masih hidup atau sudah meninggal) (2).
Gambar 1. Asosiasi merokok dan kejadian penyakit jantung didistorsi oleh variabel umur |
Tabel 1. Resiko kematian dalam
periode 20 tahun pada wanita di Whickham, Inggris, berdasarkan status merokok
pada awal periode*(2)
Status Vital
|
Perokok
|
Bukan Perokok
|
Total
|
Meninggal
|
139
|
230
|
369
|
Hidup
|
443
|
502
|
945
|
Total
|
582
|
723
|
1314
|
Resiko (meninggal/total)
|
0.24
|
0.31
|
0.28
|
*data
dari Vanderpump et al.5
Tabel 2. Resiko kematian dalam periode 20 tahun pada
wanita Whickham, Inggris berdasarkan status perokok di awal periode dan
berdasarkan usia*(2)
Usia (tahun)
|
Status Vital
|
Perokok
|
Bukan Perokok
|
Total
|
Resiko Kematian
|
Meninggal
|
2
|
1
|
3
|
||
18-24
|
Hidup
|
53
|
61
|
114
|
|
Risiko
|
0,04
|
0,02
|
0,03
|
2
|
|
Meninggal
|
3
|
5
|
8
|
||
25-34
|
Hidup
|
121
|
152
|
273
|
|
Risiko
|
0,02
|
0,03
|
0,03
|
0.6
|
|
Meninggal
|
7
|
21
|
|||
35-44
|
Hidup
|
95
|
114
|
209
|
|
Resiko
|
0,13
|
0,06
|
0,09
|
2.1
|
|
Meninggal
|
27
|
12
|
39
|
||
45-54
|
Hidup
|
103
|
66
|
169
|
|
Resiko
|
0,21
|
0,15
|
0,19
|
1.4
|
|
Meninggal
|
51
|
40
|
91
|
||
55-64
|
Hidup
|
64
|
81
|
145
|
|
Resiko
|
0,44
|
0,33
|
0,39
|
1.3
|
|
Meninggal
|
29
|
101
|
130
|
||
65-74
|
Hidup
|
7
|
28
|
35
|
|
Resiko
|
0,81
|
0,78
|
0,79
|
1.03
|
|
Meninggal
|
13
|
64
|
77
|
||
75+
|
Hidup
|
0
|
0
|
0
|
|
Resiko
|
1,00
|
1,00
|
1,00
|
1.00
|
|
TOTAL
|
582
|
723
|
Data dari vanderpump
et al.5
Tabel 1 menggabungkan semua
kategori usia yang ada di Tabel 2 dalam satu tabel, yang disebut data umum.
Tampilan yang lebih spesifik dari data yang sama pada Tabel 2 disebut tampilan
spesifik usia, atau tampilan yang diklasifikasi berdasarkan usia. Data spesifik
usia menunjukkan pada usia termuda dan tertua hanya ada perbedaan kecil di
antara perokok dan bukan perokok dalam resiko kematian. Beberapa meninggal pada
kategori usia yang muda, tanpa membedakan perokok ataupun bukan perokok, dan di
antara wanita yang tertua, hampir setiap orang meninggal dalam kurun waktu 20
tahun penelitian. Untuk wanita dengan kategori umur dewasa(pertengahan), ada
suatu resiko konsisten untuk resiko kematian lebih besar bagi perokok, pola
yang bertentangan dengan kesan yang dihasilkan dari data umum pada Tabel 1 (2).
Mengapa
wanita yang bukan perokok memiliki resiko kematian yang lebih tinggi dalam
populasi studi secara keseluruhan? Alasannya jelas terlihat pada tabel 2,
antara lain:
a) Proporsi wanita bukan perokok lebih besar
pada kategori usia yang lebih tua, kategori usia juga berkontribusikan pada
lebih tingginya proporsi angka kematian. Perbedaan distribusi usia
antara perokok dan bukan perokok merefleksikan fakta bahwa, bagi sebagian besar
orang, kebiasan merokok jangka panjang
ditentukan pada usia yang lebih muda. Selama puluhan tahun sebelum penelitian
di Whickham, ada tren peningkatan proporsi wanita muda untuk menjadi perokok.
b) Wanita tertua dalam
penelitian Whickham tumbuh dewasa selama sebuah periode ketika beberapa wanita
menjadi perokok, dan mereka cenderung tetap tidak merokok
sepanjang usia mereka. Waktu berlalu, dan proporsi wanita dalam jumlah
besar yang baru memasuki masa remaja atau dewasa mudanya menjadi perokok.
Hasilnya adalah distribusi usia yang sangat berbeda untuk wanita perokok dan
bukan perokok di Whickham.
Bila perbedaan dalam distribusi usia ini diabaikan, orang
akan menyimpulkan dengan keliru bahwa merokok tidak ada hubungannya dengan
tingginya resiko kematian. Kenyataannya, merokok ada hubungannya dengan resiko
kematian yang tinggi, tetapi variable pengganggu/ confounding pada usia telah
menyamarkan hubungan ini dalam data umum di Tabel 1 (2). Stratifikasi umur dilakukan untuk melihat asosiasi
sebenarnya antara kedua variabel utama, untuk meminimalisir dampak dari faktor
perancu, umur.
KASUS KEDUA
AKTIFITAS FISIK MENDISTORSI HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ENERGI DAN
RESIKO TERKENA PENYAKIT JANTUNG
Apakah hubungan antara asupan makanan
(energy intake) dan penyakit jantung dirancu oleh aktifitas fisik(olahraga/physical activity)(3). Jika kita hitung asosiasi antara asupan energi dan kejadian
penyakit jantung adalah 0.94 (OR 0.94, 95 % Derajat kepercayaan 0.80-1.10). Dari hasil rasio odds (Odds
ratio-OR) dapat disimpulkan bahwa asupan energi tinggi dapat mengurangi resiko
menderita penyakit jantung sebesar 6 % dibandingkan dengan kelompok yang
mengkonsumsi asupan energi rendah.
Secara teori dan hasil penelitian lainnya, asupan energi tinggi bisa
meningkatkan resiko penyakit jantung. Apakah asosisasi kedua variabel ini
menunjukkan hubungan sebenarnya atau dipengaruhi oleh faktor perancu, seperti
aktifitas fisik?
Gambar 2. Asosiasi asupan energi dan kejadian penyakit jantung didistorsi oleh variabel aktifitas fisik |
Table 3. Asosiasi antara asupan energi dan penyakit
jantung
Asupan Energi
|
Penyakit
Jantung
|
Total
|
|
Ya
|
Tidak
|
||
Tinggi
|
730
|
600
|
1330
|
Rendah
|
700
|
540
|
1240
|
Total
|
1430
|
1140
|
2570
|
*Odd kejadian
penyakit jantung pada kelompok asupan energi tinggi=730/600=1.22
**Odd penyakit
jantung pada kelompok asupan energi rendah= 700/540=1.30
*** Nilai Rasio
Odds kasar (Crude Odds Ratio) =1.22/1.30= 0.94
Table
4. Asosiasi antara asupan energi dan
penyakit jantung distratifikasi dengan variabel aktifitas fisik
Asupan Energi
|
Aktifitas Fisik Aktif
|
Aktifitas Fisik Rendah
|
||
Penyakit Jantung
|
Penyakit Jantung
|
|||
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Tidak
|
|
Tinggi
|
520
|
510
|
210
|
90
|
Rendah
|
100
|
150
|
600
|
390
|
TEKNIK
PERTAMA: Memenuhi tiga kriteria Faktor Perancu
Ada tiga kondisi untuk
menetapkan apakah suatu variabel termasuk faktor perancu atau tidak: 1) Ada asosiasi antara variabel independen
dan variabel perancu, 2) ada asosiasi antara variabel dependen dan variabel
perancu, 3) variabel perancu bukan merupakan faktor intermediet (intermediate
faktor) diantara variabel eksposur dan outcome (confounding factor is not an
intermediate in association) (4)
Tiga
langkah menginvestigasi faktor perancu.
Langkah 1:
Mengidentifikasi asosiasi antara variabel independen (faktor
eksposur/pajanan) dan variabel perancu. Kita menginvestigasi apakah
terdapat asosiasi antara asupan energi dan tingkat aktifitas fisik. Odds rasio, Risk rasio, dan prevalens rasio
bisa dihitung untuk mengetahui hubungan asosiasi. Dari hasil perhitungan
dibawah ini, hasil menunjukkan bahwa tingginya asupan energi meningkatkan
aktifitas fisik (OR 14,92). Kita juga bisa menghitung perbedaan proporsi antara
asupan energi pada kelompok aktifitas tinggi dan pada kelompok aktifitas
rendah. Kriteria pertama terpenuhi.
Untuk menghitung apakah ada asosiasi antara faktor eksposur dan faktor perancu, pada studi kasus kontrol, kita hanya menghitung asosiasi pada kelompok kontrol, tetapi pada studi kohort, kita menggunakan semua sampel. Pada contoh kasus II, kita hanya menghitung data pada kelompok tidak berpenyakit jantung (grup kontrol).
Table 5. Asosiasi antara asupan energi dan penyakit
jantung distratifikasi dengan variabel aktifitas fisik
Asupan Energi
|
Aktifitas Fisik Aktif
|
Aktifitas Fisik Rendah
|
||
Penyakit Jantung
|
Penyakit Jantung
|
|||
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Tidak
|
|
Tinggi
|
520
|
510
|
210
|
90
|
Rendah
|
100
|
150
|
600
|
390
|
*Odd pada
kelompok aktifitas fisik aktif pada asupan energi tinggi= 510/90=5,67
** Odd pada
kelompok aktifitas fisik rendah pada asupan energi rendah=150/390=0.38
*** Crude Odd
rasio= 5.67/0.38= 14. 92
^Proporsi
aktifitas aktif pada asupan energi tinggi =510/600= 0.85(85%)
^Proporsi
aktifitas fisik tinggi pada asupan energi rendah= 150/540=0.27 (27%)
^^Ada perbedaan
proporsi yang signifikan antara aktifitas fisik pada energi tinggi dan rendah
Langkah 2: Mengidentifikasi asosiasi antara variabel dependen dan
variabel perancu. Asosiasi antara
variabel kejadian penyakit jantung dan variabel aktifitas fisik diselidiki.
Hasil perhitungan didapatkan, ada hubungan antara aktifitas fisik dan kejadian
penyakit jantung. Semakin aktif seseorang beraktifitas fisik, semakin rendah
resiko untuk menderita penyakit jantung (OR=0.55, 95 % CI: 0.48-0.65).
Table
6. Asosiasi antara asupan energi dan
penyakit jantung distratifikasi dengan variabel aktifitas fisik
Asupan Energi
|
Aktifitas Fisik Aktif
|
Aktifitas Fisik Rendah
|
||
Penyakit Jantung
|
Penyakit Jantung
|
|||
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Tidak
|
|
Tinggi
|
520
|
510
|
210
|
90
|
Rendah
|
100
|
150
|
600
|
390
|
Table 7. Asosiasi antara aktifitas fisik dan penyakit
jantung
Aktifitas Fisik
|
Penyakit Jantung
|
|
Ya
|
Tidak
|
|
Tinggi
|
620(520+100)
|
660(510+150)
|
Rendah
|
810 (210+600)
|
480(90+390)
|
*Odds penyakit
jantung pada kelompok aktifitas fisik tinggi= 620/660= 0.93
**Odds penyakit
jantung pada kelompok aktifitas fisik rendah=810/480=1.69
*** Crude Odds
Rasio=0.93/1.69= 0.55
Langkah 3. Variabel perancu bukan
merupakan faktor intermediet (intermediate faktor) diantara variabel paparan dan outcome. Jadi variabel perancu tidak
mejadi jalur penyebab (an causal pathway)
diantara variabel paparan dan outcome (not
lie on the causal pathway). Dalam kasus 2,
variabel aktifitas fisik, bukan ‘penyebab antara’ asupan energi dan
kejadian jantung. Asupan energi tidak menyebabkan seseorang untuk beraktifitas
tinggi lalu baru mengakibatkan penyakit
jantung. Aktifitas fisik berhubungan
secara independen dengan kejadian penyakit jantung dan asupan energi. Dengan kata lain, kita tidak harus mengkonsumsi asupan energi tinggi lalu kita
beraktifitas tinggi dulu baru menurunkan atau meningkatkan resiko penyakit
jantung.
Asupan
energi aktifitas fisik kejadian penyakit
jantung.
Berdasarkan kriteria diatas dapat kita simpulkan
aktifitas fisik memenuhi ketiga kriteria sebagai faktor perancu. Jika salah
satu kriteria tidak terpenuhi, maka kita faktor tersebut bukan merupakan waktu
perancu.
TEKNIK KEDUA:
Melakukan perbandingan Rasio kasar dan Rasio setelah dikontrol oleh faktor
perancu (crude and adjusted ratio)
Untuk mengetahui apakah suatu variabel merancu asosiasi antar
variabel terpajan dan outcome, kita dapat mengitung rasio kasar (crude parameter), lalu rasio yang sudah
dikontrol dengan variabel perancu. Jika ada perbedaan antara rasio kasar dan
rasio yang sudah dikontrol (adjusted
ratio), maka ada kemungkinan ada faktor yang merancu asosiasi antara faktor
terpajan dan status penyakit (outcome). Jika
perbedaan mencapai minimal 10 %, maka dapat disimpulkan variabel tersebut
merancu asosiasi yang ada. Namun jika tidak ada perbedaan kedua nilai rasio,
maka variabel tersebut bukan faktor perancu atau faktor konfounding.
Perhitungan rasio Mantel-Haenszel
menyediakan rasio odds yang telah terkontrol sebagai estimasi resiko relatif
yang didapat dari kumpulan data yang telah dikelompokkan dan dipasangkan.
Perhitungan statistiknya dengan mempertimbangkan angka rata-rata dari rasio
odds individu yang berasal dari stratifikasi sampel ke dalam beberapa level
yang secara internal sama (homogen) dengan mempertimbangkan faktor perancu(1). Berikut strategi
dalam mengidentifikasi faktor perancu dengan perhitungan rasio Mantel-Haenszel
(gambar 3) (4):
a)
Hitunglah rasio kasar
b)
Stratifikasi dan hitunglah
rasio masing-masing level/strata
c)
Hitunglah rasio yang telah
dikontrol
d)
Jika rasio kasar dan rasio
yang telah dikontrol nilainya sama, dapat disimpulkan tidak ada faktor perancu,
namun jika nilai rasio kasar dan rasio yang telah dikontrol nilainya berbeda,
kemungkinan faktor perancu ada
Berikut strategi dalam mengidentifikasi faktor perancu dengan
perhitungan rasio Mantel-Haenszel dalam kasus aktifitas fisik mendistorsi
hubungan antara asupan energi dan penyakit jantung:
Gambar 4. Asosiasi asupan energi dan kejadian penyakit jantung didistorsi oleh variabel aktifitas fisik |
Langkah 1: Hitung rasio kasar (crude
ratio) dari asosiasi antara asupan energi dan kejadian penyakit jantung.
Dari hasil perhitungan didapatkan odds rasio adalah 0.94 (OR 0.94, 95 % Derajat
kepercayaan 0.80-1.10).
Table 8. Asosiasi antara asupan energi dan penyakit
jantung
Asupan Energi
|
Penyakit
Jantung
|
Total
|
|
Ya
|
Tidak
|
||
Tinggi
|
730
|
600
|
1330
|
Rendah
|
700
|
540
|
1240
|
Total
|
1430
|
1140
|
2570
|
*Odd
kejadian penyakit jantung pada kelompok asupan energi tinggi=730/600=1.22
**Odd
penyakit jantung pada kelompok asupan energi rendah= 700/540=1.30
***
Crude Odds Ratio =1.22/1.30= 0.94
Langkah 2: Stratifikasi asosiasi antara
asupan energi dan penyakit jantung dengan variabel aktifitas fisik.
Table
9. Asosiasi antara asupan energi dan
penyakit jantung distratifikasi dengan variabel aktifitas fisik
Asupan Energi
|
Aktifitas Fisik Aktif
|
Aktifitas Fisik Rendah
|
||
Penyakit Jantung
|
Penyakit Jantung
|
|||
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Tidak
|
|
Tinggi
|
520
|
510
|
210
|
90
|
Rendah
|
100
|
150
|
600
|
390
|
A
POOLED OR Mantel Haenszal= ∑ (wi x ORi)
W= (d0 x h1) / n
*d= kelompok sakit h=kelompok sehat
Table
10. Asosiasi antara asupan energi dan
penyakit jantung distratifikasi dengan variabel aktifitas fisik
Asupan Energi
|
Aktifitas Fisik Aktif
|
Aktifitas Fisik Rendah
|
||
Penyakit Jantung
|
Penyakit Jantung
|
|||
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Tidak
|
|
Tinggi(group 1)
|
520 (d1)
|
510 (h1)
|
210 (d1)
|
90 (h1)
|
Rendah(group 0)
|
100 (d0)
|
150 (h0)
|
600 (d0)
|
390 (h0)
|
Untuk aktifitas fisik tinggi
OR= (d1/h1) : (d0/h0)= (d1 x h0) : (d0 x h1)= (520 x150) : (100 x510)= 1,53
Weight= w = (d0 x h1) / n = (100 x 510)/ 1280 =39,8
Untuk aktifitas fisik rendah
OR= (d1/h1) : (d0/h0)= (d1 x h0)
: (d0 x h1)= (210 x390) : (600 x90)= 1,52
Weight= w = (d0 x h1) / n = (600x90)/ 1290
=41,9
A
POOLED OR Mantel Haenszal= ∑ (wi x ORi)
Bandingkan hasil ORMH (OR 1.52 (95% CI 1.25-1.86) dengan crude OR (OR 0.94, 95 % Derajat kepercayaan 0.80-1.10). Ada perbedaan lebih dari 10 %, maka aktifitas fisik merancu asosiasi asupan energi dan penyakit jantung.
KESIMPULAN
Faktor perancu atau confounding factors adalah distorsi dalam memprediksi hubungan atau asosiasi antara faktor eksposur dan outcome (hasil) sehingga asosiasi sebenarnya tidak tampak atau ditutupin oleh faktor lainnya. Pengaruh faktor perancu bisa memperbesar atau memperkecil hubungan sebenarnya. Jadi, suatu variabel mungkin sebenarnya bisa faktor protektif terhadap suatu kondisi kesehatan atau penyakit, tetapi hasil penelitian menunjukkan variabel tersebut bisa menjadi faktor resiko terhadap suatu kondisi kesehatan atau penyakit atau hubungan. Ada dua teknik untuk menganalisa faktor perancu, pertama: memenuhi tiga kondisi untuk menetapkan apakah suatu variabel termasuk faktor perancu: 1) Ada asosiasi antara variabel independen dan variabel perancu, 2) ada asosiasi antara variabel dependen dan variabel perancu, 3) variabel perancu bukan merupakan faktor intermediet (intermediate faktor) diantara variabel eksposur dan outcome (confounding factor is not an intermediate in association); kedua dengan melakukan perbandingan rasio kasar dan rasio setelah dikontrol oleh faktor perancu (crude and adjusted ratio), dengan perhitungan rasio Mantel-Haenszel.
Referensi
1. Last JM. A
Dictionary of Epidemiology. Edition F, editor. New York: Oxford University
Press; 2001.
2. Rothman KJ.
Epidemiology, An Introduction. New York: Oxford University Press; 2002.
3. Kirkwood BR,
Sterne JAC. Medical Statistics. Second ed. Victoria: Blackwell Science; 2003.
4. Webb P, Bain
C, Pirozzo S. Essential Epidemiology, An Introduction for Students and Health
Professionals. New York: Cambridge University Press; 2005.
0 komentar:
Posting Komentar